Telekomunikasi
berasal dari gabungan dua kata, yakni “tele” yang berarti far off atau jauh dan
“communicate” yang berarti to share atau komunikasi. Jadi, telekomunikasi bisa
diartikan sebagai “komunikasi jarak jauh”. Berdasarkan the Annex of the
Constitution of the International Telecommunication Union (ITU),
“Telecommunication means any transmission, emission or reception of signs,
signals, writing, images and sounds or intelligence of any nature by wire,
radio, optical or other electromagnetic systems”. Sinyal adalah segala sesuatu
yang dapat dilihat (visual), didengar (audible) ataupun elektrik.
Sinyal tersebut
dapat dihasilkan dari berbagai media, seperti api yang menyala, asap, bendera,
lampu, drum, senapan, telegraph, telepon, radio, dan sebagainya. Dalam berbagai
literatur sejarah disebutkan bahwa telekomunikasi sudah dilakukan manusia sejak
ribuan tahun yang lalu menggunakan media yang sangat sederhana, seperti drum,
api, air, maupun asap. Berikut ini adalah tahapan-tahapan perkembangan
telekomunikasi.
·
Telekomunikasi
Pada Masa Permulaan
Pada masa ini,
telekomunikasi dilakukan menggunakan media yang sangat sederhana. Drum
digunakan oleh masyarakat asli Afrika, New Guinea dan Amerika Selatan. Di Cina,
masyarakat menggunakan "Tamtam", suatu lempengan logam besar
berbentuk bundar yang digantungkan secara bebas sehingga bila dipukul akan
menimbulkan bunyi keras yang dapat terdengar sampai jarak yang jauh.
Pada abad ke-5
sebelum Masehi, kerajaan Yunani kuno dan Romawi menggunakan api untuk
berkomunikasi dari gunung ke gunung atau menara ke menara. Telekomunikasi
dilakukan oleh prajurit khusus dengan saling memahami kode berupa jumlah nyala
api. Telekomunikasi ini digunakan saat perang dan hanya efektif pada malam
hari.
Pada abad ke-2
sesudah Masehi bangsa Romawi menggunakan asap sebagai media telekomunikasi.
Mereka membangun jaringan telekomunikasi yang terdiri dari ratusan menara
hingga mencapai 4500 kilometer. Setiap menara bisa mengeluarkan asap yang dapat
dilihat oleh menara lain yang berada di dekatnya. Sistem telekomunikasi ini
digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan militer dalam menjalankan pemerintahan
atas daerah jajahan yang semakin luas.
Pada abad ke-4
sesudah Masehi, Aeneas the Tactician mengusulkan sistem telekomunikasi
menggunakan air yang disebut hydro-optical telegraph. Sistem telekomunikasi ini
memanfaatkan ketinggian air sebagai kode-kode dalam berkomunikasi. Sistem ini
bisa mengirimkan pesan dengan sangat cepat dari satu tempat ke tempat lain.
Pada masa Revolusi Perancis, Claude Chappe menemukan alat
telekomunikasi yang disebut mechanical-optical telegraph atau sering disebut
semaphore. Alat tersebut berupa suatu batang yang dapat digerakkan menggunakan
tali sehingga bisa membentuk berbagai simbol/huruf yang jumlahnya mencapai 196
(huruf besar, kecil, tanda baca dan angka). Alat tersebut dipasang di atas atap
gedung sehingga bisa terlihat dari jarak jauh. Jaringan telegraph menggunakan
alat tersebut dioperasikan pada tahun 1794 ketika tentara sukarela
mempertahankan Perancis dari serangan Austria dan penjajah lainnya. Jaringan
tersebut terdiri dari 22 stasiun dengan jangkauan 240 kilometer. Pengiriman
pesan sejauh itu hanya membutuhkan waktu 2 sampai 6 menit.
-
Telekomunikasi
Elektrik
Telegraph
elektrik komersial pertama dibangun di Inggris oleh Sir Charles Wheatstone dan
Sir William Fothergill Cooke. Jaringan telegraph elektrik ini beroperasi dengan
jangkauan 21 kilometer di the Great Western Railway pada 9 April 1839. Samuel
Morse, bersama Alfred Vail berhasil membangun suatu telegraph yang bisa merekam
pesan ke dalam gulungan kertas. Sistem ini menjangkau 64 kilometer antara
Washington, DC dan Baltimore pada 24 Mei 1844. Jaringan telegraph di Amerika
berkembang hingga 32.000 kilometer pada tahun 1851.
Selanjutnya,
jaringan kabel telegraph yang melewati lautan Atlantic (antara Amerika dan
Eropa) selesai dibangun pada 27 Juli 1866 [2]. Sepuluh tahun kemudian (1876),
telepon konvensional ditemukan oleh pemuda berusia 29 tahun bernama Alexander
Graham Bell dan asistennya, Thomas Watson (22 tahun). Pada masa itu, telepon
merupakan penemuan sangat penting karena bisa mengirimkan pesan suara melalui
jaringan kabel. Hal ini membuat
telekomunikasi semakin alami, sangat cepat dan bisa dilakukan siapa saja. Suara
Graham Bell yang mengucapkan kalimat "Mr. Watson, come here, I want
you!" adalah suara pertama yang berhasil dikirimkan melalui kabel pada
tanggal 10 Maret 1876 [1].
Telepon
komersial mulai dijalankan pada tahun 1878 di New Haven, Connecticut. Enam
tahun kemudian, jaringan telepon sudah menjangkau Boston, Massachusetts dan New
York City. Pembangunan jaringan kabel telepon membutuhkan biaya yang besar
dan waktu yang lama. Oleh karena itu, para ilmuwan berusaha menemukan sistem
telekomunikasi tanpa kabel (wireless telecommunication). Usaha ke arah ini
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1832 ketika James Lindsay mendemonstrasikan
wireless telegraphy di hadapan para mahasiswanya. Pada tahun 1854, dia berhasil
mengirimkan pesan, dari Dundee ke Woodhaven yang berjarak sekitar 3 kilometer,
menggunakan air sebagai media transmisinya. Pada tahun 1893, Nikola Tesla
menggambarkan dan mendemonstrasikan
secara detail mengenai prinsip-prinsip wireless telegraphy. Dia menggunakan
peralatan yang berhubungan dengan sistem radio. Sebelum tahun 1900, Reginald
Fessenden berhasil mengirimkan pesan yang berupa suara manusia tanpa melalui
kabel (wireless).
Pada bulan Desember
1901, Guglielmo Marconi berhasil membangun wireless communication antaraInggris
dan Amerika yang membuat dia mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada tanggal
25 maret 1925 di London, John Logie Baird (Skotlandia) berhasil mengirimkan pesan
berupa gambar siluet bergerak. Pada bulan Oktober 1925, Baird berhasil mengirimkan
gambar bergerak yang sebenarnya atau televisi menggunakan Nipkow disk sehingga
dikenal sebagai televisi mekanik. Selanjutnya, Baird berhasil membangun televisi
berwarna menggunakan cathode-ray tubes.
-
Telekomunikasi
Berbasis Komputer
Sejak
ditemukannya komputer elektronik pada dekade 1930-an, perkembangan telekomunikasi
menjadi sangat cepat. Berbagai usaha dilakukan untuk mengirimkan data dari satu
komputer ke komputer lainnya. Pada tanggal 11 September 1940, George Stibitz berhasil
mengirimkan masalah-masalah komputasi menggunakan teletype ke Complex Number
Calculator di New York dan menerima hasil komputasinya di Dartmouth College,
New Hampshire. Konfigurasi komputer terpusat ini tetap populer sampai era 1950-an
[2].
Pada dekade
1960-an, para peneliti mulai melakukan penelitian tentang packet switching yang
memungkinkan data-data dikirim ke komputer-komputer lain tanpa melalui
mainframe yang terpusat. Pada tanggal 5 Desember 1969, para peneliti berhasil membuat
suatu jaringan 4-node antara the University of California (Los Angeles), the Stanford
Research Institute, the University of Utah dan the University of California
(Santa Barbara). Jaringan komputer ini selanjutnya menjadi ARPANET, yang pada
tahun 1981 sudah berisi 213 node. Pada bulan Juni 1973, suatu node dari luar
Amerika ditambahkan ke dalam jaringan komputer tersebut. Selanjutnya ARPANET
bergabung dengan jaringan jaringan komputer lainnya sehingga membentuk
Internet. Pada bulan Agustus 1982, protokol electronic mail (e-mail) yang
dikenal dengan SMTP mulai diperkenalkan.
Pada bulan Mei
1996, HTTP/1.0 atau protokol yang memungkinkan hyperlinked Internet berhasil
diimplementasikan. Kedua protokol inilah yang membuat telekomunikasi berbasis komputer
menjadi sangat populer.
·
Telekomunikasi
Saat Ini
Kehadiran internet
membawa perubahan yang sangat besar bagi dunia telekomunikasi. Saat ini, jutaan
komputer sudah terhubung ke jaringan internet dan menyediakan sangat banyak
informasi yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja di seluruh dunia.
Berbagai aplikasi berbasis internet sudah banyak digunakan, seperti e-commerce,
e-learning, video conference, e-government, dan sebagainya. Dengan semakin
banyaknya sumber informasi di internet, maka muncullah beragam mesin pencari
(search engine) yang sangat memudahkan pengguna internet dalam menemukan
informasi yang dibutuhkan.
Yahoo dan Google
adalah dua contoh search engine yang sangat populer saat ini. Satu aplikasi penting
lainya adalah Wikipedia, yakni ensiklopedia bebas yang menyediakan informasi tentang
suatu istilah tertentu secara sangat lengkap dengan segala referensi yang digunakan.
Aplikasi internet lainnya yang sangat penting adalah mailing-list yang merupakan
kelompok diskusi menggunakan e-mail.
Saat ini, ribuan mailing-list dari beragam komunitas sudah memenuhi jaringan
internet. Dari sisi software, keberadaan internet telah membuat manusia bisa
berkomunikasi dengan sangat mudah.
Bagaimana dengan
kondisi hardware? Perkembangan hardware tidak bisa lepas dari
software. Keduanya saling mendukung. Perancangan hardware menjadi sangat mudah
dan
cepat dengan adanya software yang powerful. Sebaliknya, software yang kuat,
cepat dan
biasanya berukuran besar hanya bisa dibangun dan berjalan dengan baik jika
hardware
komputer (processor, memory, harddisk, dsb.) menyediakan kebutuhan yang
diperlukan.
Saat ini,
hardware telekomunikasi sudah sangat maju. Jaringan telekomunikasi, baik yang
berbasis kabel maupun wireless, sudah memiliki kecepatan sangat tinggi hingga
Megabyte
per detik. Di negara-negara maju, pengaksesan data dari benua lain memiliki
kecepatan
yang hampir sama dengan pengaksesan data dari harddisk. Dengan demikian,
data-data
multimedia (teks, suara, gambar dan video) sudah bisa dikirimkan melalui
internet.
Sebagian negara
sudah menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP) yang
memungkinkan komunikasi suara melalui jaringan internet. Hal ini membuat biaya
telekomunikasi menjadi semakin murah. Komputer yang berukuran sangat kecil dan
terintegrasi dengan handphone sudah umum digunakan. Terjadi konvergensi antara
telekomunikasi berbasis suara dengan data-data lainnya: teks, gambar, dan
video.
Teknologi Bluetooth memungkinkan sebuah handphone bisa berkomunikasi tanpa
kabel
dalam jarak dekat dengan beberapa perangkat lainnya seperti komputer, printer,
scanner,
dan sebagainya. Handphone berbasis jaringan 3G (generasi ke-3) sudah bisa
digunakan
untuk pengiriman data multimedia.
·
Telekomunikasi
Masa Depan
Para ahli,
secara personal maupun institusi, mencoba menggambarkan kondisi
telekomunikasi masa depan dengan beragam sudut pandang, pendekatan dan istilah.
Ray
Kurzweil adalah salah satu ahli yang mencoba memberikan gambaran telekomunikasi
masa depan. Dalam bukunya yang berjudul “The age of Spiritual Machines: When
Computers Exceed Human Intelligence”, Kurzweil memprediksi bahwa pada tahun
2009
sebuah PC seharga US$ 1000 akan dapat melakukan sekitar satu triliun kalkulasi
per detik.
Komputer akan
menjadi sangat kecil, menempel pada pakaian dan perhiasan. Sebagian
besar transaksi bisnis rutin berada di antara manusia dan personalitas virtual.
Telepon
dengan terjemahannya (translating telephone), pemanggil dan yang dipanggil bisa
menggunakan dua bahasa berbeda, akan digunakan secara luas di masyarakat. Pada
tahun
2019, sebuah PC seharga US$ 1000 akan setara dengan kemampuan komputasional
otak
manusia. Komputer semakin mudah dioperasikan, tidak terlihat dan menempel
dimana
saja.
Virtual reality sudah dalam tiga dimensi.
Sebagian besar interaksi dengan komputer
sudah melalui isyarat tubuh (gesture) dan komunikasi ucapan bahasa alami dua
arah.
Lingkungan realistis yang mencakup segala hal (audio, visual, dan fisik)
membuat
manusia mampu melakukan sesuatu secara virtual dengan manusia lain, meskipun
ada
batasan secara fisik. Manusia mulai memiliki hubungan dengan personalitas
otomatis,
seperti teman dan guru. Gambar di bawah ini mengilustrasikan bagaimana komputer
sudah menempel di pakaian dan bisa berkomunikasi dengan manusia secara
real time.
Komputer yang
sangat kecil bisa ditempelkan di dasi dan tidak terlihat. Jika dasi tersebut
kurang rapat maka komputer akan menginformasikan ”I am tied too loosely. Please
tighten”.
Ketika dompet hilang, komputer yang menempel di jaket akan menginformasikan
”Wallet
gone! Wallet gone!”.
Gambar 1. Interactive wear: komputer menempel di pakaian dan tidak terlihat,
tetapi
bisa berkomunikasi secara real time menggunakan bahasa manusia [6].
Sebagian prediksi pada tahun 2009 sudah mulai terwujud. Perangkat komputer yang
semakin kecil dalam genggaman, seperti PDA (Personal Digital Assistant) dan
smartphone, sudah banyak digunakan secara komersil dengan harga terjangkau.
VerbMobil dan MATRIX adalah dua contoh lain yang berusaha mewujudkan prediksi
tahun 2009 tentang telepon dengan terjemahannya (translating telephone).
Speech technology.
Pada masa
permulaan, telekomunikasi dilakukan menggunakan media dan teknologi yang
sangat sederhana. Telekomunikasi saat itu sangatlah sulit sehingga hanya bisa
dilakukan
oleh kalangan tertentu (kebanyakan militer), membutuhkan waktu yang lama, biaya
sangat
mahal, jangkauan yang relatif pendek (belum bisa antar daratan yang terpisah
lautan) dan
tidak alami (karena hanya mengandalkan pandangan mata manusia).
Pada masa telekomunikasi
elektrik, media dan teknologi semakin modern. Telekomunikasi menjadi sangat
mudah (bisa dilakukan siapa saja), cepat (real time), lebih murah, jangkauan
yang sangat luas sehingga bisa dilakukan antar daratan yang terpisah lautan.
Pada masa telekomunikasi berbasis komputer, teknologi yang digunakan semakin
canggih sehingga jauh lebih mudah, cepat, dan menjangkau seluruh pelosok dunia.
Telekomunikasi sudah bisa menghilangkan batasan lokasi sehigga dunia
terasa semakin sempit.
Seorang yang tinggal
di Finlandia bisa berkomunikasi dengan orang lain yang hidup di Jepang. Tetapi,
masih ada dua tantangan besar yang harus dihadapi, yakni bahasa dan biaya.
Terdapat sekitar 6500 bahasa yang digunakan manusia di seluruh dunia. Apalah
artinya
teknologi telekomuniasi modern yang menjangkau seluruh dunia jika tidak semua
orang
mampu menguasai bahasa yang sama (meskipun bahasa Inggris sudah dianggap bahasa
internasional). Bagi masyarakat di negara sedang berkembang, biaya komunikasi
antar
negara masih terasa mahal.
Oleh karena itu, para ahli terus berusaha
mengembangkan teknologi telekomunikasi yang bisa menjawab kedua tantangan
tersebut. Sudah sejak lama para pakar mengembangkan speech technology untuk
keperluan tersebut. Speech technology meliputi automatic speech recognition
atau speech to text (mengenali apa yang diucapkan manusia atau mengubah suara
menjadi teks), speaker recognition (mengenali siapa yang berbicara), speech
synthesis atau text to speech (mengubah teks menjadi suara), dan bagaimana cara
pengucapannya (mengenali intonasi dan emosi pembicara).
Hingga saat ini
sudah banyak teori, software maupun hardware berbasis speech technology yang dihasilkan
oleh para ahli secara personal maupun melalui lembaga riset.
Satu hasil yang sangat penting adalah Speech to Speech Machine Translation
(S2SMT) yang merupakan istilah umum yang digunakan untuk sistem translating
telephone. Ide dasar S2SMT adalah mengenali suara manusia (apa yang diucapkan)
menggunakan automatic speech recognition (ASR) sehingga suara manusia bisa
diubah
menjadi teks, menerjemahkan teks yang dihasilkan ke dalam bahasa lain yang
diinginkan
menggunakan Machine Translation, dan mengubah teks hasil terjemahan tersebut
menjadi
suara menggunakan text to speech.
Riset dan
pembangunan S2SMT membutuhkan waktu lama dan biaya sangat besar.
Suatu institusi riset seperti Advanced Telecommunication Research (ATR) yang
berlokasi
di Kyoto Jepang membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun dan biaya milyaran dolar
Amerika untuk melakukan riset dan membangun S2SMT yang diberi nama MATRIX.
Saat ini MATRIX sudah bisa mengakomodasi 30.000 kata untuk penerjemahan bahasa
Inggris-Jepang. Contoh lainnya adalah Verbmobil yang dibangun di Jerman.
Verbmobil mampu
menerjemahkan bahasa Inggris-Jerman dengan akurasi yang baik meskipun di lingkungan
yang bising (seperti di bandara). Verbmobil juga dilengkapi dengan sistem pengambilan
kesimpulan dari dialog yang dilakukan. AT&T juga berhasil
mengembangkan S2SMT untuk Call Center yang mampu menangani penerjemahan
bahasa Inggris-Spanyol dan Inggris-Jepang.
Bagaimana dengan
speech technology untuk bahasa Indonesia? Sangat sedikit ahli
yang berminat dalam bidang ini. Hasil riset pertama di bidang ini adalah
IndoTTS, sebuah
software yang bisa mengubah teks ke suara dalam bahasa Indonesia, yang
dipublikasikan
pada tahun 2000 [7]. Riset yang lebih serius pada bidang ini dimulai pada tahun
2003
dimana TELKOMRisTI bekerjasama dengan ITB dan ATR Jepang membangun
Dumb and Deaf Telecommunication Systems (DDTS) [7, 8]. Sistem DDTS
diaplikasikan pada layanan Emergency Call. DDTS memungkinkan seorang yang bisu
dan tuli bisa berkomunikasi melalui komputer (mengetikkan dan membaca teks),
sedangkan operator Emergency Call berkomunikasi melalui handset telepon
(berbicara dan mendengar).
Pada tahun 2005 TELKOMRisTI bekerjasama dengan
STT Telkom dan ATR Jepang
membangun basis data suara dan basis data teks bahasa Indonesia yang nantinya
akan
digunakan untuk membangun Large Vocabulary Continuous Speech Recognition (LVCSR)
yang sanggup mengenali lebih dari 30.000 kata. Kedua basis data tersebut adalah
yang pertama di Indonesia.
Bagaimana speech
technology bisa mengurangi biaya telekomunikasi di masa
depan? Pada gambar S2SMT di atas, data yang dilewatkan antar server adalah text
yang
ukurannya bisa 200 kali lebih kecil dibandingkan voice. Saat ini, hampir semua
percakapan telepon menggunakan data berbentuk voice yang berukuran 8 kilo bits
per
second (Kbps). Jika ucapan kata ”lima” yang diucapkan selama satu detik bisa
diubah
menjadi teks (dimana satu huruf adalah 8 bit), maka ukuran teks hanya 32 bit
per detik.
Tetapi, masih banyak masalah yang harus diselesaikan.
Pertama, hingga
saat ini speech technology hanya bisa dijalankan di sisi server. Belum ada
perangkat telekomunikasi di sisi client (handphone maupun fixed phone) yang
menyediakan processor berkecepatan tinggi dan memori besar untuk menjalankan
S2SMT.
Kedua, speech
technology masih membutuhkan riset lebih lanjut untuk menjamin performansinya
(akurasi dan kecepatan) layak dipakai secara komersial. Ketiga, komunikasi
mungkin akan kurang natural karena suara pembicara harus disintesis menggunakan
mesin.
Namun, ternyata asing kembali lagi bermain pada 1993. Saat itu, kebijakan
pemerintah RI menempatkan Telkom dan Indosat sebagai dua penyelenggara
telekomunikasi lokal yang melakukan praktik monopoli.
Karena
keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah maupun operator telekomunikasi, maka
pembangunan infrastruktur telekomunikasi khususnya jaringan telekomunikasi
tetap (fixed wireless) lokal saat itu dilakukan melalui pengikutsertaan modal
asing.
UU No. 3/1989
tentang Telekomunikasi dan PP No. 8/1993 serta Kepemenparpostel No. 39/1993
tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Dasar memungkinkan kerja
sama antara Telkom atau Indosat dengan perusahaan lain dalam penyelenggaraan
jasa telekomunikasi dasar.
Ketiga regulasi
itu menetapkan bahwa kewajiban kerja sama antara badan penyelenggara dan badan
lain dalam penyelenggaraan telekomunikasi dasar dapat berbentuk usaha patungan
(join venture), kerja sama operasi (KSO) atau kontrak manajemen (KM).
Memang benar
seperti dinyatakan dalam PP No. 20/1994 tentang pemilikan saham dalam
perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA: penanaman modal bidang usaha
telekomunikasi dapat dilakukan oleh penanam modal asing patungan asal
kepemilikan peserta Indonesia minimal 5% dari seluruh modal yang disetor. Akan
tetapi, dalam schedule of commitment traktat multilateral WTO, Indonesia
menyatakan bahwa kepemilikan asing atas saham penyelenggara jasa telekomunikasi
dasar dapat sampai 35%.
Pada jasa
telekomunikasi bergerak, sesuai dengan UU No. 3/1989, dewasa ini penyelenggara
jasa telekomunikasi bergerak adalah perusahaan lain baik asing atau lokal yang
bekerja sama secara patungan dengan Telkom atau Indosat atau kedua-duanya.
Dari hal tersebut, lahirlah operator-operator seluler baru seperti Satelindo
(patungan antara Indosat, Telkom, dengan operator GSM di Jerman DeTeMobil) dan
Telkomsel (patungan antara Telkom, Indosat, PTT Telecom Netherlands dan Setdco
Megacell Asia).
Hal yang berbeda
dilakukan XL, karena operator tersebut lahir tanpa ada dua perusahaan incumbent
baik Telkom dan Indosat di dalamnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU No.
3/1989.
Mulai dekade
2000-an, banyak bermunculan operator baru baik seluler atau pun telepon
nirkabel tetap seperti Mobile-8 Telecom, PT bakrie Telecom, PT Natrindo Telepon
Seluler, PT Hutchison CP Telecommunication, PT Smart Telecommunication, dan PT
Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
Kebanyakan
operator baru tersebut lebih mengandalkan tarif untuk menggenjot pemasaran
dibandingkan dengan memperluas dan meningkatkan kualitas jaringan. Sebagian
besar malah tidak memiliki base transceiver station melainkan menumpang di
menara telekomunikasi milik operator lain yang sudah lama berdiri.
Pada 2004, telah
mulai muncul operator 3G, meski pemberian lisensinya sedikit kontroversial.
Pemerintah telah memberikan izin secara gratis dengan harapan memperoleh
pendapatan secara bertahap seiring berkembangnya operator 3G. Izin layanan 3G
pertama diberikan kepada PT Cyber Access Communication (CAC) pada 2003 setelah
menyisihkan sebelas peserta lainnya dalam sebuah beauty contest.
CAC yang pada
Februari lalu 60% sahamnya diambil alih oleh Hutchinson mendapatkan alokasi
pita lebar 15 Mhz. Alokasi frekuensi yang diterima CAC merupakan yang terbesar
dibandingkan dengan operator lain.
Lisensi untuk 3G
melalui beauty contest ini bisa jadi merupakan yang pertama sekaligus yang
terakhir dalam sejarah industri telekomunikasi di Tanah Air. Hal ini karena
pemerintah segera membuat kejutan pada kuartal pertama 2004 dengan memberikan
lisensi kepada Lippo Telecom dengan pita lebar 10 Mhz.
Sementara pada
periode 1999-2003 izin untuk menyelenggarakan layanan telekomunikasi pada
spektrum frekuensi layanan generasi ketiga (1.900 Mhz-2.100 Mhz) juga meluncur.
Lisensi tersebut diantaranya untuk PT Wireless Indonesia, Indosat Starone,
Telkom Flexi, dan Primasel masing-masing dengan pita lebar 5 Mhz.
Izin untuk
layanan seluler CDMA-EVDO maupun CDMA-1X inilah yang belakangan menimbulkan
tumpang tindih dengan pita frekuensi yang hendak digunakan untuk layanan
generasi ketiga Wideband CDMA. Hal ini karena baik 3G dengan teknologi Wideband
CDMA dan CDMA menggunakan frekuensi yang saling berkomplementer.
Layanan generasi
ketiga Wideband CDMA dalam spektrum frekuensi di Indonesia bekerja pada pita
1.920 Mhz hingga 1.980 Mhz. Sementara CDMA1X bisa beroperasi pada pita 1.930
Mhz hingga 1.990 Mhz. Standar ITU mensyaratkan 3G hanya bisa bekerja pada
spektrum yang terbatas yakni 60 Mhz